.

SELAMAT TAHUN BARU 2010 M

Sunday, April 19, 2009

Raden Ajeng Kartini



Secara kemarin udah nganter anakanak ngerayain hari kartini disekolahnya. Cukup ramai acaranya ada karnaval segala, anak2 mengenakan pakaian tradisional dari berbagai pelosok nusantara, jadi terharu betapa kaya negri ini dengan segala kebudayaannya. Acara kartinian ini sangat bagus paling tidak mengingatkan kita akan perjuangan seoarang wanita tempo dulu untuk mengangkat harkat dan drajat bangsanya terutama kaum wanita. berharap banyak mudah-mudahan ada anak2 kita yang menjadi kartini-kartini masa kini yang bisa menangkat harkat dan drajat bangsa yang lagi terpuruk ini. untuk mengingatkan kita akan RA kartini berikut dimuat cuplikan tentang sejara perjuangan beliau

Door Duistermis tox Licht, Habis Gelap Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya.

Buku itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang.

Upaya dari puteri seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah lahir menjadi manusia seutuhnya.

Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.

Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan wanita-wanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu.

Pada saat itu, Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya.

Dia hanya sempat memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau tingkat sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba saatnya untuk menikah.

Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja yang banyak bergaul dengan orang-orang terpelajar serta gemar membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti karya-karya Multatuli "Max Havelaar" dan karya tokoh-tokoh pejuang wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama wanita Eropa.

Dia merasakan sendiri bagaimana ia hanya diperbolehkan sekolah sampai tingkat sekolah dasar saja padahal dirinya adalah anak seorang Bupati. Hatinya merasa sedih melihat kaumnya dari anak keluarga biasa yang tidak pernah disekolahkan sama sekali.

Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias cuma-cuma.

Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik. Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya, namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang.

Berbagai rintangan tidak menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita negerinya. Kepada teman-temannya yang orang Belanda dia sering menulis surat yang mengungkapkan cita-citanya tersebut, tentang adanya persamaan hak kaum wanita dan pria.

Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum wanita Indonesia di kemudian hari.Apa yang sudah dilakukan RA Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini.
Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia muda, usia 25 tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika melahirkan putra pertamanya.
Mengingat besarnya jasa Kartini pada bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.
Belakangan ini, penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar agak diperdebatkan. Dengan berbagai argumentasi, masing-masing pihak memberikan pendapat masing-masing. Masyarakat yang tidak begitu menyetujui, ada yang hanya tidak merayakan Hari Kartini namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia lainnya. Namun yang lebih ekstrim mengatakan, masih ada pahlawan wanita lain yang lebih hebat daripada RA Kartini. Menurut mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Dan berbagai alasan lainnya.
Sedangkan mereka yang pro malah mengatakan Kartini tidak hanya seorang tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja melainkan adalah tokoh nasional artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah dalam skop nasional. Sekalipun Sumpah Pemuda belum dicetuskan waktu itu, tapi pikiran-pikirannya tidak terbatas pada daerah kelahiranya atau tanah Jawa saja. Kartini sudah mencapai kedewasaan berpikir nasional sehingga nasionalismenya sudah seperti yang dicetuskan oleh Sumpah Pemuda 1928.
Terlepas dari pro kontra tersebut, dalam sejarah bangsa ini kita banyak mengenal nama-nama pahlawan wanita kita seperti Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya. Mereka berjuang di daerah, pada waktu, dan dengan cara yang berbeda. Ada yang berjuang di Aceh, Jawa, Maluku, Menado dan lainnya. Ada yang berjuang pada zaman penjajahan Belanda, pada zaman penjajahan Jepang, atau setelah kemerdekaan. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, ada yang melalui pendidikan, ada yang melalui organisasi maupun cara lainnya.
Mereka semua adalah pejuang-pejuang bangsa, pahlawan-pahlawan bangsa yang patut kita hormati dan teladani. Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi. Bagi wanita sendiri, dengan upaya awalnya itu kini kaum wanita di negeri ini telah menikmati apa yang disebut persamaan hak tersebut.
Perjuangan memang belum berakhir, di era globalisasi ini masih banyak dirasakan penindasan dan perlakuan tidak adil terhadap perempuan. Itu semua adalah sisa-sisa dari kebiasaan lama yang oleh sebagian orang baik oleh pria yang tidak rela melepaskan sifat otoriternya maupun oleh sebagian wanita itu sendiri yang belum berani melawan kebiasaan lama. Namun kesadaran telah lama ditanamkan kartini, sekarang adalah masa pembinaan. (tokohindonesia.com)
by ich

WISATA PASIR MUKTI

Perjalanan tur warga RT 09/RW 39 Vila Nusa Indah 3 kali ini adalah outbound forever at Pasir Mukti plus shopping all the way in Tajur, Bogor.

Waktu menunjukkan pukul 06:30 tetapi para peserta masih belum berkumpul di depan bus pariwisata parkir, padahal rencana kita akan berangkat tepat pukul 07:00 pagi. Para satpam dikerahkan untuk berkeliling memanggil warga yang akan ikut tur (for your info, TOA kita baru lho, baru aja beli malam minggunya jadi masih fresh from d’oven). Setelah 30 menit peserta masih belum juga banyak yang kumpul, penasaran jangan2 ada yang lupa, para bocah di fungsikan untuk keliling dengan TOA memanggil sekali lagi para warga yang akan ikut tur.

Ada cerita menarik, Gilang yang sedari pagi memakai sarung (karena baru di khitan seminggu yang lalu) duduk sedih didepan rumah menatap teman-temannya yang akan pergi tur kemudian secara mendadak langsung sigap berganti pakaian dengan semangat 45 (setelah di ijinkan oleh mamanya pada detik terakhir) menuju bus tapi dengan satu syarat tidak boleh ikutan flying fox….wallaah…kita lihat saja nanti ya buu??.

Setelah mengabsensi para peserta yang berjumlah 81 orang…bayangin aja gimana repotnya panitia?, jumlah kursi bus hanya 57 orang sementara peserta di bus ada 65 orang, jadi apa solusinya? Para bocah duduk dibalkon dan panitia intinya berdiri dengan gagah di lorong bus..hehe..maaf ya bu?..beginilah resikonya jadi panitia. Sementara ada tujuh mobil yang mengangkut 16 para bapak Akhirnya tepat pukul 7.30 bus pariwisata berangkat menuju Pasir Mukti di kawal dengan 7 mobil team penyapu jalan..hehehe..bapak2 maksudnya.

Setelah pembagian snack pagi yang uenak tenan, kita memulai acara lomba karaoke. Masih pagi, mata masih mengantuk dan badan masih pegal-pegal sehingga suara para ibu juga masih seyrak-seyrak beycek. Akhirnya lomba dimulai dengan peserta idola cilik.
Dimulai oleh Haikal dengan lagu Goyang Duyunya, Risky dengan lagu Superstar tapi diawali dengan kata sambutan ala Dai cilik yang pas banget lalu Rafli dengan lagu Superstar lagi (bingung ya?..masalahnya VCD yang paling bagus gambar & suaranya cuma lagu2 Project Pop, harap maklum) dilanjutkan oleh Sidqi yang bergoyang asyik dengan lagu Gelora Asmara mirip banget Derby, disaat asyik bergoyang mundur maju (padahal busnya ngebut habis)…eh, lagunya macet..yaaa..penonton kecewa, “maap bu, beli VCD-nya di pasar pocong jadi harap maklum”, teriak bu Ratno sebagai penanggung jawab VCD Collection.
Setelah suasana mulai panas, eyang Bagio mulai menyanyikan lagi Wulan Merindu..uhuy..rindu dengan siapa eyang??..tapi ditengah jalan kok, macet..estafet mix-nya over ke mba lia..maap lagi bu, emang gitu kalau made in pasar pocong, suara penyanyinya ngga bisa disembunyiin jadi balapan dengan suara peserta karaoke..haha..maklum lagi ya bu?.

Akhirnya sampai juga kita di Pasir Mukti tepat pukul 8.30. Kita beruntung lagi karena hitungan tiket masuk dapat discount lumayan, mungkin bocah2 dibelakang pada tiduran saat petugas menghitung per kepala jadi jumlah kepala yang nonggol lebih sedikit...huahaha.

Tapi ada adegan seru, eyang Bagio ketinggalan bus..lho kok, bisa?...mungkin semua orang juga tidak sadar kalau si eyang masih di dalam toilet (pada saat bunovi & budiki bayar tiket di front office, eyang juga ikutan turun untuk ke toilet), setelah selesai pembayaran tiket, bus dan 7 mobil penyapu jalan meluncur dengan mulus tanpa mengingat eyang yang masih diam aman di dalam toilet.

Sesampainya di basecamp, semua peserta langsung berkumpul di tempat yang telah disediakan dengan bentangan permadani tikar (saat ini semua orang masih belum sadar kalau eyang tidak kelihatan).

Saat acara absensi dimulai yaitu pemisahan antara para balita yang menambak ikan dengan para bocah yang akan flying fox..eh, ada telpon masuk ke hp-nya om iwan, suara disebrang sana, suara eyang Bagio yang sedang panik minta di jemput…waduh!!..kenapa ngga ada yang kepikiran tentang keberadaan eyang ya?...maaf ya eyang?...panitianya tidak melihat kalau eyang turun dari bus karena sudah di info kalau tidak boleh ada yang turun bus waktu beli tiket..maaf banget ya?...(menurut penuturan eyang, kalau beliau panik pas keluar dari toilet kok, seppiiiii!!...kemana bus dan mobil2?..(aduh, mau ketawa jadi ngga tega)…disangka parkir bus tidak begitu jauh jadi eyang jalan pelan2 menuju palang panduan tempat2 bermain tetapi ternyata arah ke basecamp masih belum kelihatan, karena sudah lelah berjalan..eyang menuju restaurant dekat situ dan menelpon om Iwan…maaf banget eyang, sekali lagi maaf yaa??).

Acara Flying fox dipandu oleh bu Pri dan bu Toni, dengan jumlah peserta 25 orang. Ada beberapa balita yang berpindah ke Flying fox seperti Apit, Fikri, Becky dan Farrel…terlihat tidak ada rasa takut ya?, tapi ada cerita menarik tentang anak2 ini. Jeffri sempat ketakutan sesampainya di atas pohon sehingga terlewat terus dari teman-temanya. Sebagai peserta terakhir – yang dibantu sorak sorai semangat dari teman-temannya “ayo jeffri!!..hidup jeffri!!’ – akhirnya Jeffri bisa juga meluncur dengan mulus ke sebrang pohon, “hampir saja awak gagal jadi bapak!!”, begitu komentar lega dari pak Toni..hehehe.

Sementara di bagian tambak ikan yang diikuti oleh para balita kita, benar-benar ramai, heboh dan penuh semangat. Bukan hanya para pesertanya yang semangat melihat kolam ikan yang luas dengan banyak ikan-ikan berenang tapi pendampingnya juga penuh semangat menambak ikan. Sebagai koordinator menambak ikan – bu Diki dan bu Syamsul – tidak bisa berbuat apa2 selain duduk manis bahkan akhirnya (karena gemes & penasaran) sibuk sendiri ikut membantu anak masing2 menangkap ikan..hahaha.

Alhasil para balita malah asyik berenang di kolam ikan (walau agak kotor karena banyak jentik-jentik makanan ikan) sementara para ibu, bapak, kakek dan mba-nya yang sibuk menambak ikan, ternyata repot juga menangkap ikan ya?.

Sebagai pemenang penambak terbanyak dengan perolehan ikan 11 ekor diraih oleh Asoka dan mba-nya. Kemudian di posisi kedua dengan perolehan ikan 7 ekor, Fira dengan kakeknya…seru banget kan?.

Setelah mandi dan berganti pakaian, semua peserta kembali ke basecamp dengan oleh-oleh ikan hias yang dibungkus plastik. Rencana akan dilanjutkan dengan membajak sawah tetapi karena udara saat itu memang panas berat dan perut juga sudah mulai bunyi sehingga semua peserta langsung menuju Restaurant Bakudapa untuk makan siang sambil menunggu para bapak yang sedang Paint ball, sejenak di bagikan snack lagi khusus untuk anak-anak.

Sesampainya di Restaurant, semua peserta langsung menyantap ayam bakar, sambal terasi, lalapan dan teh botol dingin yang telah disediakan. Kami makan siang di bale-bale bambu dalam suasana resto yang sundanese banget. Setelah selesai makan, sambil menunggu para bapak datang dan para ibu yang sedang acara tambulampot yang di pandu oleh bu Amir, para bocah memulai acara game dan main tebak-tebakan dari buku saku doraemon, karena ada hadiahnya sehingga acara berjalan seruuuuu!!.

Informasi pandangan mata dari para bapak bahwa peserta ada 20 orang (banyak juga ya?) sehingga dibagi menjadi dua regu. Peserta yang pertama kali tertembak dan harus keluar arena pak Toni dan pak Evan. Dan ada juga peserta yang tertembak telak juga berbekas biru/merah, mungkin itu sebagai peringatan pak?..misalnya pak Syam tertembak lengan kanannya sampai sekarang masih memar dan pak Buce tertembak kakinya artinya mereka berdua untuk istirahat bycicle dulu, lalu pak Andhika tertembak lehernya artinya untuk sementara istirahat kutak/i mobil dan terakhir yang ngga kalah seru, pak Amir tertembak perutnya artinya harus segera diet pak?...hehehe..peace ya!!.

Setelah makan siang dan sholat selesai, semua peserta melanjutkan perjalanan menuju Tajur. Perjalanan hanya memakan waktu 30 menit dan lomba karaoke di dalam bus masih dilanjutkan tetapi kali ini penuh semangat karena perut sudah terisi penuh.

Ternyata suara bu Diki beda tipis sama suara Ikke Nurjanah dalam lagu Terlena. Disambung bu Ratno dengan lagunya Jatuh bangun tapi tidak sampai selesai karena ngga bangun-bangun, jatuh terus..hehehe.

Dilanjutkan lagi oleh bu Muchridin dengan lagu Rossa (lupa judulnya apa ya?..pokoknya yang mendayu2 sampai kita terbuai). Kemudian diselingi dengan para bocah: Farrel dengan Goyang duyu, Fikri dengan lagu Superstar (ssstt..maaf VCD Project Pop bukan made in pasar pocong jadi lancar abesss), lanjut Euis neng geulis dengan lagu Sempurnanya Andra n the backbone dan terakhir Raihan dengan lagu andalan Patah hatinya Radja.

Pemenang lomba karaoke idola cilik oleh: Euis si neng geulis, Sidqi dan terakhir Haikal. Selanjutnya untuk para ibu, pemenang pertama ibu Diki, ibu Ratno dan terakhir ibu Muchridin.
Sampai di Tajur waktu menunjukan pukul 03:00 sore, cuaca mulai mendukung dengan mendung kelabu. Saat turun dari bus...haallah...yang paling bersorak senang para bocah tentunya karena apa?...ada ATV, Flying fox, berenang di dalam bola, lompat2 di trampolín dan masih banyak permainan yang lain. Tidak salah lagi, semua bocah berlari menuju tempat permainan. Kali ini, para bapak yang bertugas menjaga anak (termasuk pak Andhika (manjaga Haikal) yang barteran dengan bu Ratno (nemenin eyang Gilang belanja) sementara para ibu lanjut menuju toko tas dan sepatu..cihuuyyy!!.

Rasanya dua jam kurang selama berada di Tajur tetapi apa daya waktu sudah menunjukan pukul 05:00 sore dan perjalanan masih harus lanjut ke toko Venus untuk membeli oleh-oleh roti Unyil.

Waduh…ternyata beli roti mungil2 itu..ngantrinya minta ampuunn!!..tadinya mau pilih2 rasa ini/itu sudah ngga sempat lagi, pokoknya bungkus aja apa yang mereka pilih…terserah, yang penting bisa dimakan..cape deh!!!

Perjalanan dilanjutkan menuju Vila Nusa Indah 3. Semua peserta terlihat lelah tapi puas. Perjalanan pulang sunyi senyap karena para peserta tidur nyenyak kecuali bocah2 yang ribut main teka/teki dibelakang bus. Para bapak sudah puas main paint ball sementara para ibu puas juga bercocok tanam sekaligus shopping dan terakhir para bocah puas banget bermain-main seharian.

Mudah-mudahan kesempatan berkumpul ini akan terus berlanjut dan ikatan persaudaraan kita akan terus terjalin tak lekang di telan waktu.
Atas nama seluruh panitia pelaksana tur, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh peserta yang sangat pro aktif selama perjalanan tur ini, terima kasih juga kepada bapak2 yang mendukung suksesnya acara ini. Kami mohon maaf bila ada kesalahan bicara dan tingkah laku kami yang tidak berkenan, itu semata2 hanya untuk memeriahkan acara kita ini. Mudah-mudahan acara tur ini akan terus berlanjut setiap tahun demi hubungan persaudaraan kita. Semoga kita dapat mengambil hikmah yang baik dari acara tur ini.
Sekian dan terima kasih,

From the desk of panitia:
Ketua Panitia Ibu Essi Novi
Sekretaris Ibu Erni Pandjaitan
Bendahara Ibu Novi Diki
Sie Acara Ibu Eva Ratno
Ibu Kurnia Amir
Ibu Yanti Setiawan
Ibu Peni Prihartanto
Ibu Ellín Iwan
Sie Konsumsi Ibu Mitha Buce
Ibu Inez Indra
Sie Transportasi Ibu Era Syamsul

Bogor, 20 Maret 2009
Reported by Rae Tahar