Memimpin suatu kelompok, organisasi, perusahaan, apalagi negara memang tidak mudah tapi tidak juga susah. Disebut memimpin berarti ada yang dipimpin, ada mitra kerja atau biasa disebut bawahan yang akan menggalang kebersamaan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
Jabatan pemimpin adalah sebuah amanah, yang Insya Allah bisa menjadi amal shaleh jika ikhlas melakukannya. Karena memimpin adalah amanah, maka seorang pemimpin tidak berhak menjadikan organisasi yang dipimpinnya sebagai hak milik pribadi sehingga merasa perlu dan wajib (menurut ukuran diri sendiri) untuk memperlakukan organisasi tersebut sesuai kehendaknya, atau merasa berhak mengorbankan bawahan dengan berlindung atas nama penyelamatan organisasi yang disebabkan karena ketakutan pemimpin tersebut dalam bersikap ataupun dalam mengambil keputusan.
Menjadi pemimpin bukan berarti anti kritik,bukan pula harus merasa benar sendiri. Sehingga anekdot kepemimpinan akhirnya akan berlaku, yaitu seorang pemimpin tidak pernah salah Tentu hal ini sangat menggelikan dan merupakan kepemimpinan yang mengkhawatirkan.
Kepemimpinan yang baik memang bukan berarti tanpa cela, sebagaimana halnya manusia yang bertakwa bukanlah yang selalu benar dalam menjalani kehidupannya, tapi
manusia yang bertakwa ialah ketika ia berbuat salah segera bertaubat, Itu artinya, pemimpin yang baik bukan berarti selalu benar, apalagi merasa benar sendiri. Maka, mendengarkan masukan dari bawahan adalah hal yang sangat dianjurkan.
Karena pemimpin adalah manusia biasa yang masih ada cela untuk lupa serta berbuat maksiat. Jadi ada baiknya untuk selalu mau mendengarkan masukan, saran, keluhan dan harapan dari bawahan.
Rasulullah SAW bersabda,“Ambillah hikmah yang kamu dengar dari siapa saja, sebab hikmah terkadang diucapkan bukan dari orang yang bijak. Bukankah ada lemparan yang mengenai sasaran tanpa disengaja?”
Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah berkata, “Siapa yang paling baik mendengarkan, dia akan cepat mendapatkan manfaat dan perhatikanlah apa yang dikatakan dan bukan siapa yang berkata.” Ini mengajarkan kita, untuk berani membuka diri dalam menerima setiap kritik, saran maupun masukan.
Jika sebagai pemimpin menginginkan ketaatan yang cerdas / kritis dari bawahannya, bukan ketaatan yang mengkhawatirkan, maka pemimpin harus memberikan tauladan yang baik kepada bawahan. Lagipula, bagaimana mungkin dipilih dan diangkat menjadi pemimpin jika tidak bisa memberikan tauladan. Seseorang yang memimpin pasti pada umumnya lebih baik dari orang kebanyakan, lebih baik dalam pemikiran, semangat, ilmu, kesabaran dan lebih baik dalam segala hal.
Seorang pemimpin dikatakan gagal dan kepemimpinannya dikategorikan mengkhawatirkan apabila seorang pemimpin tak mampu memimpin serta melindungi bawahannya. Bahkan cenderung memilih bermusuhan dengan bawahannya yang berbeda sikap dan pendapat dengannya.
ketimbang duduk bersama serta melakukan dengar pendapat dengan bawahan yang berseberangan itu. Siapa tahu bisa dicari jalan keluar yang terbaik.
Sebab, kita bukan hanya ingin bersama, tapi juga bersatu. Kita juga tidak ingin dianggap bilangan, tapi juga diperhitungkan.
Semoga dengan uraian di atas, bisa membuat siapapun yang telah menjadi pemimpin atau calon pemimpin dan orang-orang yang berambisi menjadi pemimpin, dapat memotivasi dirinya agar bisa menjadi seorang pemimpin yang tegas dan teguh dalam berkomitmen, kritis, cerdas, obyektif, berani berhadapan dengan resiko dan yang terpenting tidak takut akan kritik maupun masukan walau sepedas apapun.
25th July, 2008
By Diah Arie
.
Monday, July 28, 2008
KEPEMIMPINAN “KRITIS”
Posted by RT 9 VNI 3 at 11:59 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment